Lombok (NTB): Masjid “Tertua” Raudhatul Muttaqin




PULAU LOMBOK, Nusa Tenggara Barat (NTB), sering disebut sebagai “Pulau Seribu Masjid”. Salah satunya adalah Masjid Raudhatul Muttaqin, yang dianggap tertua di Pulau Lombok. Masjid tua ini dibangun sekitar tahun 1500 Masehi, dan berada di Desa Kota Raja, Lombok, NTB. Mulanya, Masjid Raudhatul Muttaqin dibuat di Desa Loyok. Karena desa itu belum bisa dijadikan tempat tinggal, akhirnya pada sekitar tahun 1600 M, masjid itu dipindah ke Desa Kota Raja.

Bagian dalam masjid yang terdiri dari empat tiang penyanggah dari kayu nangka dengan ukiran kaligrafi Arab, berdiri tegak hingga sekarang. Bagian mimbar masjid terdiri dari dua bagian, mimbar sebagai tempat ceramah dan mimbar yang digunakan sebagai tempat imam. Tampak di antara keduanya juga terdapat tulisan kaligrafi dengan warna kuning emas.

Masjid yang berukuran 15 x 15 meter ini memiliki keunikan lain. Setiap jendela dan pintu masjid terbuat dari kayu nangka yang pada tiap ronga jendelanya terdapat tulisan Asmaulhusna atau nama-nama Allah yang berwarna keemasan. Konon, ukiran yang terdapat di setiap kayu dan bagian mimbar masjid dibuat oleh Syaikh Abdurrahman, sang imam masjid, sekitar 105 tahun silam. Setelah Syaikh Abdurrahman meninggal pada tahun 1925 M, posisi imam masjid digantikan oleh adiknya yang bernama Lalu Mas'ud.

Masjid Raudhatul Muttaqin merupakan cagar budaya untuk tiga provinsi di Indonesia, yaitu  Bali, NTB dan NTT, yang dijadikan sebagai tempat wisata religi bagi setiap wisatawan yang datang.

Di dalam masjid terdapat bedug kulit yang berukuran dua meter dengan diameter satu meter yang konon selalu digunakan sebagai Tambur saat perang pada masa kerajaan Bali. Bagian atas masjid terdapat Petaka seperti tutup tumpeng yang dibuat dari tanah liat oleh para Dende atau wanita bangsawan zaman itu.

Pada tahun 1600 M, masjid kembali dibangun dengan atap Alang-Alang dan temboknya dari batu bata cetakan tanah mentah. Dengan atap yang terbuat dari Alang-Alang yang dibangun oleh Gubernur Bali pada tahun 1600 M. Pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh seluruh masyarakat dengan pengawasan Raden Suta Negara, Raden Lung Negara dan Raden Mas Oda yang merupakan sesepuh kampung itu.

Pada tahun 1700 M atap Alang-Alang tersebut diubah menjadi atap bambu, dan pada tahun 1890 M atapnya diganti lagi dengan genteng yang berasal dari daerah Pelembang yang diangkut menggunakan perahu dan diturunkan di daerah Labuhan Haji. ***

Sumber informasi: viva.co.id
Sumber foto: hellolombokku.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERUI – PAPUA: Masjid Agung Darussalam

THAIF-MAKKAH: Masjid Kuk, Jejak Mukjizat Rasulullah

Jawa Barat: Masjid As-Saadiah Rahman, Kota Depok