MADINAH: Kubah Hijau dan Kubah-Kubah Indah Bersejarah Masjid Nabawi
SALAH SATU IKON MASJID NABAWI, selain ditandai oleh beberapa menara pencakar langit dengan tinggi masing-masing 105 meter dan payung-payung otomatis berukuran raksasa di halaman terbuka masjid, adalah juga Kubah Hijau (Qubbah Al-Khadra’). Tentulah kita, ummat Muslim, terutama bagi mereka yang sudah pernah menunaikan ibadah Haji dan/atau Umrah ke Tanah Suci, tidaklah asing dengan Kubah Hijau yang dibangun di atas rumah makam Nabi Muhammad SAW, beserta pemimpin Islam pertama dan kedua sepeninggal Nabi, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Kubah Hijau itu berada di sudut tenggara Masjid Nabawi (Masjid Rasulullah) di Madinah.
Akhir Desember 2019, ketika kami berada di Masjid
Nabawi, dalam hati pun bergumam: Mengapa warna hijau? Siapa yang
membangunnya?
Muasal Kubah
Hijau itu sendiri baru ada pada abad ke-7 Hijriyah. Kali pertama yang membangunnya
adalah Sultan Manshur Qalawun Ash-Shalihi dari Dinasti Mamluk dengan pusat
kekuasaaannya di Mesir. Mulanya, kubah yang kala itu terbuat dari kayu, tidak
dicat. Kemudian dicat putih, lantas biru, dan akhirnya hijau.
Sebelumnya, tidak ada kubah di
atas rumah makam Nabi. Dulu, di atap masjid yang lurus dengan makam Nabi (di
bawahnya) diberi tanda kayu memanjang setengah ukuran orang berdiri, untuk
membedakan antara ruang makam dengan bagian atap masjid lainnya. Ya, Sultan
Qalawun, orang yang kali pertama membuat kubah di atas makam Nabi itu.
Dikerjakan tahun 678 H, berbentuk empat persegi panjang di sisi bawah, dan
atasnya delapan persegi yang dilapisi dengan kayu. Didirikan di atas
tiang-tiang yang mengelilingi ruang makam, dikuatkan dengan papan dari kayu,
lalu dikuatkan lagi dengan lempengan tembaga dan timah agar air hujan tidak merembes ke dalam makam Nabi.
Kubah itu kemudian diperbarui
pada masa Sultan An-Nasir Hasan bin Muhammad Qalawun, menyusul papan yang ada
tembaganya rusak. Direnovasi lagi pada masa Sultan Al-Asyraf Sya'ban bin Husain
bin Muhammad (765 H). Dalam perjalanan waktu, karena ada kerusakan, maka diperbaiki
lagi pada zaman Dinasti Mamluk di bawah Sultan Al-Asyraf an-Nashr Syaifudin Qaitbay
(872-901 H atau 1468-1496 Masehi). Kubah bagian atas sempat ikut terbakar pada
saat terjadi kebakaran Masjid Nabawi tahun 886 H. Karenanya, pada zaman Sultan
Qaitbay itu pula (887 H) kubah diperbarui dengan bahan batu bata, ditopang oleh
tiang-tiang penyangga dengan pondasi yang lebih kokoh di dasar tanah Masjid
Nabawi.
Selain kubah di atas makam
Rasulullah, Abu Bakar dan Umar tadi, kala itu juga dibangun kubah di atas
Mihrab Utsman. Bagian atap
di antara Kubah Hijau dan dinding sebelah barat, juga dibangun kubah besar yang
dikelilingi tiga kubah lebih kecil. Di atas Bab As-Salam dibangun pula dua
kubah. Kubah-kubah tersebut dilapisi marmer warna hitam dan putih, lalu diberi
berbagai hiasan. Selanjutnya, tahun 1119 H, Sultan Mahmud I membangun rangkaian
tiang-tiang yang menopang atap di arah kiblat masjid, di mana beberapa kubah
juga dipasang di atasnya. Waktu itu, Madinah telah beralih di bawah
wilayah Turki Utsmaniyah yang berpusat di Istanbul, Turki.
Di masa Sultan Abdul Hamid kubah paling
besar yang berada di atap makam Nabi, dicat dengan warna hijau. Pada abad ke-15
Masehi kembali direnovasi dengan tetap mempertahankan warna hijau. Namanya pun mulai
populer dengan sebutan “Kubah Hijau”. Dulunya pernah dikenal dengan nama Kubah
Putih, Kubah Biru dan Kubah
Al-Faiha’. Kubah Hijau yang ada sekarang ini, yang telah diperbaiki dengan
bahan beton, dibangun tahun 1818 oleh Sultan Utsmaniyah Mahmud II (1808-1839 M).
Memasuki periode 1264-1277 H, seluruh atap Masjid Nabawi ditutup kubah
yang dilapisi lempengan-lempengan timah. Saat itu jumlah kubah mencapai lebih
dari seratus buah. Kubah tertinggi adalah Kubah Hijau, lalu kubah di atas
Mihrab Utsman, kemudian kubah di atas Bab As-Salam, dan kubah-kubah lain yang ketinggiannya
hampir sama. Sebagian kubah ada yang dilengkapi dengan jendela-jendela dari
kaca berwarna, di dalamnya dihiasi dengan beragam ukiran dan kaligrafi yang
sangat indah.
Sejak awal berdirinya Kerajaan Saudi Arabia tahun 1932, telah pula dilakukan serangkaian renovasi terhadap kubah-kubah Masjid Nabawi, hingga kini. Oleh Pemerintah Saudi Arabia yang berpusat di Riyadh, kubah-kubah indah dan bersejarah tadi dipertahankan keasliannya dan terus diperbaiki kondisinya. Bahkan saat ini pun, atap Masjid Nabawi juga diramaikan dengan 20-an kubah geser yang dapat dibuka dan ditutup secara elektronik, dan dapat pula dilakukan secara manual. Setiap kubah memiliki berat 80 ton terbuat dari kerangka baja dan beton yang dilapisi kayu pilihan dengan hiasan relief yang sebagian berbahan emas dan bertahtakan batu mulia sejenis phirus yang sangat indah. Bagian luar atasnya dilapis dengan keramik tahan panas.
Sejak awal berdirinya Kerajaan Saudi Arabia tahun 1932, telah pula dilakukan serangkaian renovasi terhadap kubah-kubah Masjid Nabawi, hingga kini. Oleh Pemerintah Saudi Arabia yang berpusat di Riyadh, kubah-kubah indah dan bersejarah tadi dipertahankan keasliannya dan terus diperbaiki kondisinya. Bahkan saat ini pun, atap Masjid Nabawi juga diramaikan dengan 20-an kubah geser yang dapat dibuka dan ditutup secara elektronik, dan dapat pula dilakukan secara manual. Setiap kubah memiliki berat 80 ton terbuat dari kerangka baja dan beton yang dilapisi kayu pilihan dengan hiasan relief yang sebagian berbahan emas dan bertahtakan batu mulia sejenis phirus yang sangat indah. Bagian luar atasnya dilapis dengan keramik tahan panas.
Rombongan Umrah kami dengan latar belakang Payung Raksasa dan Menara serta Kubah Hijau Masjid Nabawi.
Nah, terkait dengan
keberadaan Kubah Hijau tadi, kiranya bagi mereka yang saat ini sedang berada di
Masjid Nabawi, atau bagi mereka yang akan menunaikan ibadah Haji dan/atau
Umrah, sempatkanlah untuk menyaksikannya. Paling tidak, setelah bertafakur di
Raudhah, biasanya kita keluar dari pintu samping masjid melalui sisi makam
Nabi. Di situlah momen yang sangat sayang untuk dilewatkan. Kubah Hijau itu
persis berada di atas makam Nabi.*** (by
YW).
Komentar
Posting Komentar